Validasi



Di hari minggu yang cerah ini aku terbangun pagi sekali. Aku bergegas beberes diri lalu menuang kopi sebagai menu sarapan kali ini. Di hadapanku ada sebuah buku, kopi dan selembar roti. Bukannya dinikmati, aku malah bergumam dalam hati.

--

“Kenapa ya ketika kita sedang dikucilkan oleh orang lain selalu terlintas dalam benak pernyataan ‘gua bakal buktiin ke dia (orang yang mengucilkan kita) kalau gua bakal sukses lebih dari dia’ atau pernyataan semacamnya. Aneh.

 

Apakah tekad kita menjadi sukses hanya untuk mendapatkan validasi dari orang-orang tersebut bahwa kita mampu melampauinya? Atau kita ingin memamerkan kesuksesan yang telah kita capai? Lalu jika sudah sukses dan memamerkan itu semua, akan terjadi apa? Manfaatnya apa? Paling-paling kita hanya dapat pujian sekali atau dua kali. Lalu apalagi? Tidak ada yang berubah setelah kita memamerkan itu semua, bukan? Orang-orang yang mengucilkan itu akan tetap melanjutkan kehidupan seperti sebelumnya karena sejatinya  mereka hanya ingin mengolok-olok. Apakah bertahun-tahun kita bekerja keras  hanya untuk hal tersebut? Seremeh itukah tekad kita untuk menjadi sukses?


Tidak ada salahnya kalau hanya menjadikan mereka sebagai acuan kita agar lebih semangat mencapai kesuksesan. Tapi jangan lebih dari itu. Sukseslah karena kita ingin. Ingin membuat diri kita menjadi lebih baik, ingin membuat orang tua kita bangga, ingin membuat orang sekitar kita bahagia. Masih banyak alasan yang lebih berguna yang mengharuskan kita sukses daripada validasi dari orang-orang yang mengucilkan kita.”

--

Lho, kopinya belum tersentuh tapi hati dan pikirannya sudah riuh.


Komentar